Jumat, 10 Juni 2016

teknik konseling verbal da non verbal




TEkNIK KONSELING ISLAM
VERBAL DAN NON VERBAL
D
I
S
U
S
U
N
 OLEH :
GISA BELA PEHULISA BR.P.A

 
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2015


Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat,  karunia serta kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Tehnik Koneling islam Verbal dan Nonverbal ” dalam waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
Saya berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dan perkembangan dunia kesehatan.


                                                                                               
Medan, 20 September 2015


PEMAKALAH










Pendahuluan

Konseling adalah proses belajar yang bertujuan agar konseli (siswa) dapat mengenal diri sendiri, menerima diri sendiri, serta realistis dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya. Suatu hubungan pribadi yang unik dalam konseling dapat membantu individu (siswa) membuat keputusan, pemilihan dan rencana yang bijaksana, serta dapat berkembang dan berperanan lebih baik di ligkngkungannya. Konseling membantu konseli untuk mengerti diri sendiri, mengeksplorasi diri sendiri dan dapat memimpin diri sendiri dalam masyarakat.
Dalam konseling diharapkan konseling dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga ia dapat lebih baik menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat membrikan kesejahteraan kepada diri sendiri dan masyarakat sekitarnya. Pemilihan dan penyesuaian yang tepat dapat memberikan perkembangan yang optimal kepada individu dan dengan perkebangan ini individu dapat lebih baik dan menyumbangkan dirinya atau ambil bagian yang lebih baik dalam lingkungannya. Konseling bertujuan membantu individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, baik sosial maupun emosional, yang dialami saat sekarang dan akan datang.
Lalu bagaimana teknik yang harus dilakukan oleh seorang konselor dalam menghadapi konseli? Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas dalam bab yang selanjutnya








Teknik-Teknik Konseling

Yang di maksud dengan teknik konseling disini adalah cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi lingkungannya yakni nilai-nilai social, budaya dan agama.dalam proses konseling, penguasaan terhadap teknik konseling akan merupakan kunci keberhasilanuntuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus harus mampu merespon klien secara baik dan benar sesuai dengan klien pada saat itu. Respon-respon yang baik berupa pertanyaan-pertanyaan verbal dan nonverbal yang dapat menyentuh, merangsang, dan mendorong sehingga klien terbuka untuk menyatakan secara bebas perasaan, pikiran, dan pengalamannya. Menurut Barbara F. Okun (1987)[2] kita juga tidak akan luput dari respon yang ditampilkan klien terhadap konselor berupa:
·         Verbal massage, yaitu pesan verbal atau ucapan yang berisi muatan kognitif dan efektif.
·         Non-verbal massege, merupakan pesan dengan muatan afektif dan psikomotor.
Sebagai suatu proses, implementasi teknik-teknik konseling akan melalui beberapa tahap kegiatan. Tahap-tahap tersebut adalah:







            Dalam hal ini, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh konselor untuk memulai proses konseling yaitu :
Kesiapan untuk konseling tertuju kepada konselor atau kliennya. Setiap aktivitas yang berproses akan memerlukan persiapan yang matang. Tanpa persiapan konseling tidak akan dapat berjalan dengan efektif dan sangat mungkin tujuan konseling tidak tercapai. Hal-hal yang berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang berhubungan dengan klien adalah:
a)      Motivasi klien untuk memperoleh bantuan.
b)      Pengetahuan klien tentang konseling.
c)      Kecakapan tentang intelektual.
d)     Tingkat tilikan terhadap masalah dengan dirinya sendiri.
e)      Harapan-harapan terhadap peran konselor,
f)       Sistem pertahanan diri
Agar klien siap dalam mengikuti konseling, disarankan kepada konselor agar melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)      Memulai pembicaraan dengan berbagai pihak tentang berbagai topic masalah dan pelayanan konseling yang diberikan.

2)      Menciptakan iklim kelembagaan yang kondusif sehingga merangsang klien untuk memperoleh bantuan.

3)       Menghubungi sumber-sumber referral ( rujukan ) misalnya dari organisai, sekolah dan madrasah, guru dan sebagainya.

4)      Memberikan informasi kepada klien tentang dirinya dan prospeknya,

5)       Melalui proses pendidikan itu sendiri.

6)      Melakukan survai terhadap masalah-masalah klien, dan

7)      Melakukan orientasi pra konseling.

Riwayat kasus adalah suatu kumpulan harta yang sistematis tentang kehidupan klien skarang dan masa yang lalu. Riwayat kasus dapat dibuat dalam berbagai bentuk:
a)      Riwayat koneling psikoterapeutik, yang lebih memusatkan pada masalah-masalah psikoterapeutik dan diproleh melalui wawancara konseling.

b)      Catatan komulatif (commulative record), yaitu suatu catatan tentang berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan seseorang.

c)      Biografi dan autobiografi.

d)     Tulisan-tulisan yang dibuat sendiri oleh klien yang berkasus, sebagai dokumen pribadi.

e)      Grafik waktu tentang kehidupan klien yang berkasus.

Secara umum diagnosis dalam bidang psikologi berarti pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan, kemungkinan teknik-teknik konseling untuk memecahkan masalah, dan memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien dimasa yang akan datang. Dalam proses konseling hendaknya berhati-hati menggunakan diagnosis denganpengertian diatas: sebab dapat menimbulkan bahaya sebagai berikut:
a)      Data yang terbatas atau kurang memadai, padahal kehidupan klien sangat kompleks.

b)      Konselor kurang memperhatikan keadaan tingkah laku klien sekarang.

c)      Terlalu cepat menggunakan test.

d)     Hilangnya pemahaman terhadap individualitas atau keunikan sistem diri klien.

e)      Pengaruh sikap menilai dari konselor.

Proses konseling memerlukan teknik-teknik tertentu sehinggga konseling bisa berjalan secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna.berikut ini diuraikan beberapa teknik dalam konseling. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya:

Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik:
·         Kepala                         : melakukan anggukan jika setuju
·         Ekspresi wajah            : Tenang, ceria, senyum
·         Posisi tubuh                 : Agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
·         Tangan                                    : Variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
·         Mendengarkan                        : Aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.

Contoh perilaku attending yang tidak baik:
·         Kepala             : Kaku
·         Muka               : Kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
·         Posisi tubuh     : Tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
·         Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
·         Perhatian         : Terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yait :
·       Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer:” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.

·       Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.

Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:
Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”
Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “Tampaknya yang Anda katakan…”
Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “Tampaknya yang Anda katakan suatu…”

Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu:
·       Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh: “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”

·       Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh: “Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.

·       Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda.”

Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal: adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor. Tujuan paraphrasing untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan; memberi arah wawancara konseling; dan pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
·         Contoh dialog:
Klien               : “Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak                                                mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian?”
Konselor          : “Tampaknya Anda masih ragu.”

Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
·         Contoh: “Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan? 

Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk mengumpulkan informasi; menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
·         Contoh dialog:
Klien               : “Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar                              kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor          :  “Biasanya Anda menempati peringkat berapa?”
Klien               : “Empat.”
Konselor          : “Sekarang berapa?”
Klien               : “Sebelas”

Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan: oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
·         Contoh dialog:
Klien               : “Saya putus asa… dan saya nyaris… ”
                           (Klien menghentikan pembicaraan)
Konselor          : “Ya…”
Klien               :  “Nekad bunuh diri”
Konselor          : “Lalu…”

Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.

·         Contoh dialog:
Klien               : “Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian                                membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor          : “Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak                                   bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti                                        Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang  tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika                                  orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.

Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien               : “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi                            menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor          : “Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan                 kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”

Hasil percakapan sementara antara konselor dank lien hendaknya sisimpulkan sementara oleh konselor untuk memberikan gambaran kilas balik (feedback) atas hal-hal yang telah dibicarakan sehingga klien dapat menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, emningkatkan kualitas diskusi, dan mempertajam atau memperjelas fokus pada wawancara konseling.
Contoh:
Konselor: ”Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan  dahulu agar jelas hasil pembicaraannya yang telah kita lalui. Dari materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai kepada dua hal: Pertama , tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; Kedua, namun hambatan yang akan Anda hadapi, seperti yang Anda kemukakan tadi,ada beberapa yaitu: sikap orangtua yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana dituntut oleh perusahaan yang akan Anda masuki. Benarkah demikian.”

Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling.
·         Contoh dialog:
Klien               : “Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan                                            dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Konselor          : “Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka  kepedulian Anda juga?”

Yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan:
“Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis.”
Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya:
a)      Fokus pada diri klien. Contoh: “Tati, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”

b)      Fokus pada orang lain. Contoh: “Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya?”

c)      Fokus pada topik. Contoh: “Pengguguran kandungan? Kamu memikirkan aborsi? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.

d)     Fokus mengenai budaya. Contoh: “Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”

Yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah:
a)      mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur
b)      meningkatkan potensi klien;
c)      membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan:
1)      member komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat;
2)      tidak menilai apalagi menyalahkan;
3)      dilakukan dengan perilaku attending dan empati.
Contoh dialog:
Klien               : “Saya baik-baik saja”.(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).
Konselor          : “Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres. Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri”.

Yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah:
a)      mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis,
b)      agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh dialog:
Klien               : “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuatsaya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor          : “Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya? Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”

Yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.
Contoh: “Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”

Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah
a)      menanti klien sedang berfikir;
b)      sebagai protes jika klien ngomong berbelit-belit;
c)      menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Klien               : “Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”
Konselor          : “…………..” (diam)
Klien               : “Saya..harus bagaimana..,Saya.. tidak tahu..
Konselor          : “…………..” (diam)

Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan: (1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat; (2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan; (3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh:
”Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali.”

Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh respons konselor terhadap permintaan klien: “Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya.”

Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Contoh:
”Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.

            Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.
Contoh:
”Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi.”

            Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut :
a)      bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan;
b)      memantapkan rencana klien;
c)      pemahaman baru klien; dan
d)     pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.









Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
·         Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.
·         Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
·         Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
·         Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
·         Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
            Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya:
·         “Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
·          “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggungjawab atas ketidaktahuan itu”.
·          “Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.

Proyeksi yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.

Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

            Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Pada umumnya teknik-teknik yang dipergunakan dalam bimbingan mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual (individual counseling)
a.       Bimbingan kelompok
Teknik yang digunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Beberapa bentuk khusus teknik bimbingan kelompok yaitu: home room program, karyawisata, diskusi kelompok, kegiatankelompok, organisasi murid, sosiodrama.

b.      Penyuluhan individual ( Individual Counseling)
Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara counselor dengan konseli. Masalah-masalah yang dipecahkan melalui teknik counseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi.





 Penutup

Setiap pribadi tentu memiliki permasalahan yang berbeda dan tidak mudah bagi konseli untuk mengutarankan permasalahan yang sedang ia alami. Oleh sebab itu, dalam bimbingan konseling dibutuhkan teknik-teknik yang harus dilakukan seorang konselor agar konseli dapat mengutarakan permasalahannya dengan luwes dan merasa tidak tertekan.


















Djumhur, I., dan Mohammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, tt)

Juntika Nurihsan, Ahmad, Strategi layanan dan Bimbingan Koseling, (Bandung: Refika Aditama, 2005)

Ketut Sukardi, Dewa, Pengantar Teori Konseling, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985)

Lumongga Lubis, Namora, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: kencana, 2011)

Syamsuddin Makmun, H. Abin, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar