MAKALAH KONSELING GESTALT
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
GISA BELA PEHULISA BR.P.A

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim…
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wa barakatu….
Alhamdulillah
puji dan syukur terus dipanjatkan ke hadirat Allah SWT,karena berkat rahmat dan
karuniaNYA penyusun makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam tetap tercurahkan kepada pemimpin umat, Muhammad saw., yang telah
membimbing manusia menjuju jalan yang telah diridhoi oleh Allah.
Makalah
“Konseling Gestalt” disusun agar bisa dijadikan acuan bagi para pembaca yang
ingin belajar konseling Gestalt. Disusun cukup praktis agar mudah dipelajari
dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Materi Gestalt di dalamnya
disajikan dengan sistematis dan mudah dipahami, apalagi materi yang disajikan
yaitu pengertian dari konseling Gestalt, filasafat dasarnya, konsep dasar,
makna dan tujuan, proses dan tekniknya, serta karakteristik dan aplikasi
konseling Gestalt.
Semoga
makalah ini dapat membantu pembaca, khususnya para pemula dalam memperlajari
konseling Gestalt dan berbagai aspek yang berkaitan dengannya.
Penyusun
menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu kritik
dan saran yang konstruktif dari para pembaca sangat dinantikan untuk perbaikan
dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatu…
Medan
, 22 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR1
DAFTAR
ISI2
BAB I
PENDAHULUAN3
A.
Latar Belakang
Masalah3
B.
Rumusan Masalah 4
BAB II
PEMBAHASAN5
A.
Filsafat Dasar5
B.
Konsep Dasar Konseling Gestalt7
C.
Makna Konseling Gestalt10
D.
Tujuan Konseling
Gestalt11
E.
Proses konseling
Gestalt12
F.
Teknik Konseling
Gestalt16
G.
Karakteristik
Konseling Gestalt18
BAB III
PENUTUP19
A.
Kesimpulan19
B.
Saran19
DAFTAR
PUSTAKA20
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Konseling Gestalt diciptakan dan dikembangkan oleh
Frederick S.Perls. Perls mendapat gelar dalam bidang medis di Universitas
Frederick Wilhelm Berlin, Jerman tahun 1921. Selanjutnya dia melakukan
percobaannya di bidang Institut Psikoanalisis Berlin, Frankurt, dan Vienna.
Pada tahun 1933 Perls membuka praktek pribadinya di Amsterdam sampai dengan
kedatangan Nazi. Perls pindah ke Afrika Selatan pada tahun 1935. Di Afrika Selatan Perls mengembangkan terapi
gestaltnya, namun publikasinya terhalang karena dia berada di daerah terpencil
dan kesibukannya sebagai penceramah. Pada tahun 1964 Perls pindah ke Amerika
Serikat dan menjadi guru terapi Gestalt di Institut Erasalen California sampai
dengan tahun 1969. Konseling Gestalt ini bersumber dari pengaruh tiga displin
teori yang sangat berbeda yaitu Psikoanalisis, terutama yang dikembangkan oleh
Wilhem Reich, Fenomenologi eksistensialisme Eropa dan Psikologi Gestalt.
Terapi Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan
antara eksistensial – humanistis dan fenomenologi , sehingga memfokuskan diri
pada pengalaman klien here and now dan
memadukannya dengan bagian – bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu.[1]
Ditinjau dari asal katanya, istilah Gestalt sendiri
merupakan suatu istilah bahasa Jerman yang sukar dicarikan terjemahannya dalam
bahasa lain. Dalam bahasa inggris ia berarti
form atau shape/ bentuk atau
lebih luas lagi manner/ hal,
peristiwa atau essence /hakikat.
Berbagai istilah bahasa inggris telah dicoba untuk menterjemahkan istilah
Gestalt ini antara lain diajukan oleh Titchener. Tetapi istilah – istilah itu
tidak ada yang tepat, dalam arti tidak ada yang bisa menggambarkan arti yang
sesungguhnya daripada istilah itu dalam bahasa Jerman. Oleh karena itu istilah
Gestalt tetap digunakan sebagaimana adanya dalam bahasa inggris dan juga dalam
kalangan sarjana psikologi Indonesia.[2]
Konseling Gestalt mengemukakan teori mengenai
struktur dan perkembangan kepribadian yang mendasari proses konselingnya, serta
serangkaian eksperimen yang dapat digunakan langsung oleh para penggunanya.
Mengenai klien yang menjadi sasarannya, dapat disimpulkan bahwa klien terdiri
dari anak – anak, remaja, dewasa, murid sekolah, pegawai, atau karyawan,
pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan dirinya
dalam hidup dan lingkungannya, yaitu mereka yang mendapat gangguan psikologis
dan yang potensi dirinya tidak berkembang.
Tujuan dasar konseling dalam terapi ini adalah untuk
meraih kesadaran, terhadap apa yang sedang dialami oleh konseli dan kemudian
konseli bertanggung jawab terhadap apa yang yang dirasakan, dipikirkan dan
dikerjakan. Untuk itu, maka terapi ini lebih mengutamakan keadaan di sini, dan
saat ini.[3]
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
Filsafat Dasar Konseling Gestalt?
2. Apakah
Konsep Dasar Konseling Gestalt?
3. Apakah
Makna dan Tujuan Konseling Gestalt?
4. Apakah
proses dan Teknik Konseling Gestalt?
5. Apakah
Karakteristik dan Aplikasi Konseling Gestalt?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat
Dasar
Perls mengemukakan bahwa manusia selalu aktif
sebagai keseluruhan. Setiap individu bukan semata – mata penjumlahan bagian –
bagian atau organ seperti hati, jantung , otak, dan sebagainya, melainkan suatu
koordinasi semua bagian. Organism yang sehat dalam lingkungannya sendiri selalu
memperhatikan masalah – masalah penting untuk kelangsungan dan pemeliharaan
hidup. Masalah penting itu antara lain adalah ikatan dari keseluruhan bagian –
bagian ini.[4]
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki
kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi
dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah –
masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara
menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan
pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang
bisa membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah
menuju pemandu dan petumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami penghambat –
penghambat itu akan meningkat sehingga dia kemudian bisa mengumpulkan kekuatan
guna mencapai keberadaan yang lebih otentik dan vital.[5]
Konseling Gestalt meyakini delapan butir filsafat
dasar tentang hakekat manusia yang menjadi pegangan dalam menyelenggarakan
konseling maupun analisis masalah klien. Kedelapan butir yang dimaksudkannya
itu adalah:
1. Manusia
itu merupakan kesatuan, keterpaduan dari berbagai elemen. Dari berbagai elemen
yang ada pada dirinya itu tidak satu pun yang dapat dimengerti tanpa
mengkaitkan dengan keseluruhan orang itu. Misalnya pabila kaki seseorang
tertusuk duri, maka tidaklah kaki itu saja yang sakit tetapi sakitnya juga akan
dirasakan oleh seluruh tubuh. Dengan demikian, adalah tidak tepat bila
seseorang meremehkan sesuatu yang terjadi pada diri orang lain, karena dapat
mempengaruhi semua bagian tubuhnya.
2. Manusia
merupakan bagian dari lingkungannya dan ia tidak akan bisa dimengerti apabila
dilepaskan pandangan kita dari lingkungannya itu. Dalam kehidupan dapat kita
lihat daerah asal seseorang akan mempengaruhi bagaimana dia bereaksi dan
bertingkah laku. Begitu juga halnya dengan lingkungan pekerjaan atau profesi
yang dijabatnya selalu akan mempengaruhi perilaku hidupnya. Misalnya seseorang
polisi akan bereaksi dengan cara – cara polisi, seseorang guru SD akan mereaksi
suatu kejadian seperti guru SD juga dan sebagainya.
3. Manusia
memilih bagaimana caranya merespon terhadap perangsang internal maupun
perangsang eksternal. Manusia itu meruapakan actor (pelaku) bagi dunianya bukan
hanya reactor(pasif).
4. Manusia
mempunyai potensi untuk sepenuh – penuhnya menyadari sensasinya(rasa badannya),
pikirannya, emosinya, dan persepsinya.
5. Manusia
dapat membuat pilihan – pilihan karena manusia menyadari sensasinya, pikirannya
dan emosinya, dan manusia yang berbahagia adalah yang menyadari ketiga hal ini.
Contoh orang yuang memilih kekasihnya, pakaiannya, mobilnya dan sebagainya dengan
selalu mempertimbangkan ketiga aspek diatas.
6. Manusia
mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri secara efektif.
7. Manusia
tidak dapat mengalami masa lalunya atau masa depannya, manusia hanya dapat
melalui masa sekarangnya, dan masa sekarang selalu tidak akan pernah terulang.
8. Manusia
pada dasarnya dikatakan bagus, ya juga tidak bagus, dikatakan jelek ya juga
tidak jelek, dengan demikian jangan menghebat – hebatkan manusia dan jangan
pula menjelek – jelekkan manusia itu.
B. Konsep
Dasar konseling Gestalt
Konsep dasar dari konseling Gestalt ini adalah
pandangan mereka terhadap individu dan perkembangan kepribadian. Pandangan
- pandangan tersebut adalah:
1. Suatu
dorongan pokok yang menyebabkan manusia seperti ini adalah dorongan untuk
beraktualisasi diri atau dorongan untuk mewujudkan diri. Dalam pendekatan
Gestalt ini digunakan juga istilah on
becoming atau usaha seorang untuk mewujudkan diri, yang berorientasi pada
masa sekarang. Menurut Fritz Pert, on becoming yang melihat pada masa
sekarang adalah striving to be dengan
arti usaha – usaha guna mewujudkan diri apa adanya. Striving to be itu bersifat
sangat individual, jadi orang hampir – hampir tidak mungkin meramalkan tingkah
laku seseorang. Satu – satunya hal yang dapat diketahui adalah bahwa pada diri
seseorang ada dua keinginan, dan keinginan
itu berada dalam konflik. Biasanya salah satu keinginan yang dapat
dominan, dan keinginan yang dominan itulah yang akan menentukan tingkah laku
seseorang dalam memenuhi keinginannya.
2. Perkembangan
kepribadian merupakan hasil perjuangan individu untuk menyeimbangkan keinginan
– keinginan yang ada pada dirinya yang seringkali berada dalam konflik. Untuk
itu orang yang ingin berkembang harus menyadari konfliknya dan menjembatani
keinginannya itu. Jadi perkembangan kepribadian itu pada dasarnya adalah perjuangan
seseorang untuk menselaraskan konflik yang ada. Dalam hal ini terdapat tiga
tahap yang harus dilaluinya yaitu:
a. Tahap
social yang berlangsung sewaktu anak masih kecil, dimulai oleh kesadaran anak
bahwa di luar dirinya itu ada orang lain.
b. Tahap
psycho fisik yang diwarnai oleh
kesadaran akan aku, saya, dan diri sendiri di samping adanya orang lain. Dalam
kesadaran atas saya tersebut ada tiga komponen yang harus diperhatikan yaitu self/diri, self image/penilaian terhadap diri, being/ keberadaan diri sendiri. Ketiga komponen ini bersifat
terpadu dan secara penuh berfungsi melalui tiga proses yaitu adaptasi, acknowledgement dan approbation.
Adaptasi adalah proses dimana seseorang menyadari adanya batas antara diri
sendiri dan lingkungan sehingga mengalami penemuan diri( individu berpikir :
nah inilah saya , dan itu buka saya). Proses adaptasi ini memungkinkan anak
menyadari dan mengahargai adanya batas – batas antar dirinya dan orang lain./acknowledgement berarti pengakuan. Pada
dasarnya proses dimana individu menemukan dirinya sendiri sehingga didapat
inilah saya. Adanya acknowledgemeny ini
memungkinkan anak menyadari diri sendiri dan menghargai diri sendiri. Approbation merupakan proses yang memisahkan antara diri
sendiri dan bukan diri sendiri. Approbation
menciptakan self image. Self image itu merupakan pecahan dari dua pribadi.
Pertentangan self dan self
image itu dinamakan konflik yaitu bertempurnya self dan self image dalam pribadi seseorang akan
dapat menimbulkan frustasi. Namun justru frustasi yang dapat dijembatani dengan
baik, akan menimbulkan individu memiliki pribadi yang tangguh.
c. Tahap
spiritual, dimana individu mempunyai kemampuan dalam menjabatani konflik –
konflik dan frustasi – frustasi itu.
3. Keberadaan
individu yang normal yaitu kalau ada keseimbangan antara self dan self image dan melihat keharusan dari lingkungan, serta
tuntutan lingkungan. Dengan demikian, sebaliknya individu yang salah suai
adalah individu yang tidak seimbang antara self
dan self imagenya. Terdapat
beberapa bentuk tingkah laku salah suai yaitu:
a. Kekurangan
kesadaran, yaitu sadar tentang self
sendiri, self image atau sadar antara
self dengan lingkungan. Orang yang seperti ini
dapat menjadi rigid atau kayu, lawannya luwes. Seseorang yang tidak menyadari
lingkungan, maka dia terlalu menjadi rigid atau uneasy feeling yaitu perasaan yang tidak tentram ,tidak enak, dan
hatinya meronta terus.
b. Kurangnya
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan yaitu kurangnya self
responsibility dasar dan kurangnya kesadaran terhadap diri sendiri dan
lingkungan, tetapi arah perbuatannya memanipulasi lingkungan. Individu tersebut
mempergunakan sesuatu yang tidak pada tempatnya seperti orang yang kurang
percaya pada diri sendiri, ketergantungan pada orang lain, misalnya tingkah
lakunya yang cenderung membiarkan sesuatu yang pada dasarnya perlu
ditindaklanjutinya, seperti membiarkan saja kondisi badan yang sakit, tanpa
berusaha mengobatinya, membiarkan orang tua sendiri mengalami kesulitan,
membiarkan saudara kandung merana karena mengalami musibah dan sebagainya.
c. Tidak
ada kontak dengan lingkungan, yaitu menarik diri dari kontak dengan lingkungan,
misalnya apabila terjadi banjir di sekitar lingkungannya, dia beranggapan
peduli amat sama banjir, tidak peduli dengan
tanah longsor yang terjadi di lingkungan sosialnya, tidak peduli sama kawan
yang mengalami musibah, dan lain sebagainya. Individu ini sama sekali tidak
peduli dengan apa yang terjadi terhadap lingkungan sekitarnya. Tentunya orang
yang hidup dengan penuh ketidakpedulian seperti ini hidupnya akan menjadi kaku.
d. Ketidak
mampuan menyelesaikan gestalt, sesuatu hendaknya ditanggapi secara gestal(keseluruhan)
supaya menjadi gestal dan serasi. Orang yang tidak mampu menyelesaikan gestalt
selalu berada dalam keadaan unfished
bussines (urusan yang tidak selesai). Makin banyak urusan dalam hidup yang
tidak selesai, akan semakin ruwet dalam menjalani kehidupan ini. Sebaliknya
makin banyak urusan yang dapat diselesaikan akan semakin ringan hidupnya .
seringkali seseorang ingin berada dalam suasana urusan yang tidak selesai, maka
dapat dikatakan dianggap sebagai manusia bodoh.
e. Menolak
kebutuhan – kebutuhan diri sendiri yang sebenarnya penting bagi dirinya.
Misalnya anda perlu apa?, perlu makan?, perlu minum? Atau bahkan perlu menikah?
Dan lain – lain, akan tetapi apabila selalu menolak untuk memenuhinya, maka itu
artinya anda mengaalami keadaan salah suai.
f. Orang
yang mengadakan dikotomisasi self,
meletakkan diri sendiri pada posisi dua kutub yang berlawanan. Orang yang
termasuk ini adalah orang yang merasa sangat hebat atau merasa sangat rendah (top dog atau under dog). Orang yang
cepat sekali memutuskan sesuatu itu menjadi dua, hitam atau putih, misalnya
secara ekstrim menyebutkan manusia itu kalau tidak malaikat ya setan dan
rentangan antara keduanya itu tidak diakui keberadaannya.
C. Teori
Kepribadian Konseling Gestalt
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia
dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu
bukan semata – mata merupakan penjumlahan dari bagian – bagian organ – organ
seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu
koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong ke suatu koordinasi
semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi
pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.[6]
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima
tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang
akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi
hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:
1. Tidak
dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya
2. Merupakan
bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu
3.
Actor
bukan reactor
4. Berpotensi
untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya
5. Dapat
memilih secara sadar dan bertanggungjawab, mampu mengatur dan mengarahkan
hidupnya secara efektif. Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai
kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian. Jika individu menyimpang dari
saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka
mengalami kecemasan.
D. Makna
dan Tujuan Konseling Gestalt
Tujuan konsleing Gestalt adalah mengintegrasikan
kepribadian individu itu., karena orang yang bermasalah pada dasarnya adalah
terpisahnya self dan self imagenya. Jadi tujuan konseling
adalah agar individu itu mampu mengatur dirinya sendiri(striving to be), untuk itu perlu diperhatikan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya dan dia harus melepaskan diri dari ketergantungan
pada orang lain serta setiap kali haruslah bertanggung jawab.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt
adalah sebagai berikut:
1. Membantu
klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas
yang ada, serta mendapatkan pemahaman (insight)secara
penuh.
2. Membantu
klien menuju pencapaian keterpaduan (integrasi) kepribadian yang dimilikinya.
3. Mengentaskan
klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain, ke mengatur
diri sendiri.
4. Meningkatkan
kesadaran individual, agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip –
prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah yang muncul dan selalu akan muncul,
dapat diatasi dengan baik.
Guna upaya mencapai
tujuan konsleing ini, peran konselor adalah sebagai berikut:
a. Konselor
membangun suasana yang memungki9nkan klien daoat menampilkan diri, membuka diri
an berusaha mengenali, memahami, menerima dan menyadari dirinya sendiri.
b. Apabila
klien sudah menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, kemudian konselor
berusaha menyeimbangkan keinginan yang ada dalam self dan self image.
c. Konselor
memberikan kemungkinan kesempatan bagi klien untuk berkembang.
E. Proses
dan Teknik Konseling Gestalt
Dalam proses konseling, peranan konselor yang utama
dalam hal ini adalah sebagai katalistor atau penghubung yang aktif dan
menghidupkan , dimana dia berperan sebagai penghubung antara diri klien sendiri
dan lingkungannya dan antara self dan
self image klien. Dalam konseling Gestalt ini dirumuskan tiga teknik
umum konseling di samping beberapa teknik khusus. Teknik – teknik umum
konseling Gestalt tersebut adalah :
1. Pengawalan
konseling, yaitu yang menggarap pengawalan proses, dan dilakukan usaha sehingga
klien sendiri yang berusaha mengadakan perubahan pada diri sendiri. Selanjutnya
konselor selalu berusaha untuk merangsang dan menghidupkan tanggungjawab klien
terhadap tingkah lakunya sendiri. Dalam penyelenggaraan konselingnya hendaklah
menekankan, dan berorientasi pada kekinian dengan demikian ada beberapa hal
yang harus menjadi perhatian yaitu: konselor tidak merekonstruksi masa lampau
serta tidak pula menghidup- hidupkan ketidak sadaran klien, masa lampau itu
tidak selalu diabaikan namun juga digunakan khususnya jika masih dialami oleh
klien sekarang dan konselor tidak bertanya mengapa pada klien sebab jika
konselor bertanya mengapa, maka klien akan berusaha menutup – nutupi
kesalahannya.
2. Memfrustasikan
klien, ini maksdunya adalah menyadarkan klien bahwa ia betul – betul
bermasalah. Lakukan terus menerus sampai ia itu bertemu muka dengan kesulitan –
kesulitan yang dihadapinya itu. Dengan cara memfrustasikan ini, klien akan
menyadari masalah dan baru kemudian mengemukakan modal dasar dan kekuatan yang
dimilikinya agar dapat dipergunakan dalam konseling guna mengatasi masalah yang
dialaminya.
3. Mengarahkan
klien untuk mengalami sendiri, yaitu konselor berusaha agar klien mengalami
langsung terhadap apa – apa yang dikemukakannya. Dalam hal ini konselor dapat
menggunakan teknik – teknik khusus.
Terdapat delapan jenis
teknik khusus apabila konselor berkehendak menggunakan pendekatan konseling
Gestalt yaitu:
1. Klien
diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang misalnya klien mesti berkata saya
merasa senang bertemu dengan dia. Jadi dalam hal ini harus selalu menyebut saya
tidak kami, atau menyalahkan mereka atau dia. Konselor selalu bertanya : anda
bagaimana?. Ini semua tujuannya adalah agar klien dapat bertanggung jawab dan
tidak menyalahkan orang lain.
2. Mengubah
kalimat pertanyaan menjadi kalimat pernyataan, misalnya apakah saya dapat
melakukannya? Menjadi saya akan melakukannya.
3. Latihan
saya bertanggung jawab. Latihan ini merupakan teknik yang dimaksudkan untuk
membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan – perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor
meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan
dalam pernyatan itu dengan kalimat: dan saya bertanggung jawab atas hal itu.
Misalnya : indeks prestasi saya rendah semester ini, dan saya bertanggung jawab
atas kegagalan ini. Saya tidak dapat tampil prestasi hari ini, dan saya
bertanggung jawab ketidaksiapan saya itu. Saya terlambat bangun pagi ini, dan
saya bertanggung jawab atas keterlambatan itu. Meskipun tampaknya mekanis,
tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaran klien akan perasaan
– perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya. Di samping itu dengan
menggunakan kalimat – kalimat yang langsung menimbulkan arti tanggung jawab dan
meminta ketegasan klien, misalnya klien berkata: saya harus menyenangkan hati
dan perasaan orang tua saya, saya harus menyelesaikan skripsi saya semester
ini, saya harus bekerja setelah menamatkan kuliah ini, dan sejenisnya.
4. Membagi
kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan. Misalnya konselor berkata :
anda sedih dengan kepergiannya itu. Anda kecewa tidak bisa membahagiakannya,
anda risau dengan masa depannya yang tidak menentu.
5. Melakukan
permainan proyeksi. Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan –
perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari
perasaan – perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.
Sering terjadi, perasaan – perasaan yang dipantulkan kepada orang lain
merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor
meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal – hal yang
diproyeksikan kepada orang lain. Jika klien memproyeksikan sesuatu kepada orang
ketiga, selanjutnya diminta begaimana reaksinya kalau itu terjadi pada dirinya
sendiri. Apabila dia yang memproyeksi, konselor meminta alasannya, misalnya
klien berkata : guru membenci saya, namun sebetulnya dia yang benci pada guru.,
minta alasan yang bersumber dari dirinya sehingga dia membenci gurunya.
6. Konselor
menyatakan penghargaan terhadap hal – hal yang coock dikemukakan klien dan
ketidaksukaan terhadap sesuatu yang tidak cocok. Misalnya klien berkata : tidak
mungkin saya raih kesuksesan, tanpa kerja pak, konselor segera merespon : anda
benar dengan prinsip itu. Ki: adalah kejujuran saya sebagai modal agar saya
dipercaya bos saya pak. Respon konselor adalah : anda benar di dunia ini orang
yang tidak jujur sering dihindari. Klien juga diajak mengemukakan hal - hal
yang bagus dan tidak bagus bagi orang lain.
7. Permainan
kebalikan, yaitu apabila klien memperlakukan sesuatu terhadap orang lain
dibalikkan menjadi seolah – olah klien yang diperlakukan begitu oleh orang
lain. Gejala – gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan
pembalikan dari dorongan – dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini
konselor meminta untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan –
perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada
klien untuk bercerita banyak, khususnya terhadap klien pendiam yang berlebihan.
8. Permainan
dialog, yaitu pembicaraan di antara dua orang, teknik ini dilakukan dengan cara
klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan top dog
dan under dog, misalnya
kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak, kecenderungan bertanggung
jawab lawan kecenderungan masa bodoh, kecenderungan anak baik lawan
kecenderungan anak bodoh, kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung,
dan kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah. Melalui dialog
yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko.
Penerapan permainan dialog ini dapat dilakasanakan dengan menggunakan teknik
kursi kosong.
Kedelapan
teknik khusus ini mengarah agar suapaya klien mengalami langsung. Konseling
Gestalt ini merupakan perkembangan lebih lanjut menurut teori persepsi oleh
Pritz Pert.
Tahap
– tahap penyelenggaraan konseling dengan menggunakan model konseling Gestalt
ini adalah sebagai berikut ini:
1. Tahap
pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan – perubahan yang diaharapkan pada klien. Pola hubungan
yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing – maisng klien
mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung
kepada masalah yang harus dipecahkan.
2. Tahap
kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang
dilakukan konsleor dalam fase ini, yaitu :
a. Membangkitkan
motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tingggi kesadaran klien
terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya,
sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
b. Membangkitkan
dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh
menolak saran – saran konselor asal dapat mengemukakan alasan – alasannya
secara bertanggung jawab.
3. Tahap
ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan – perasaannya pada
saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalamai kembali segala perasaan dan
perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang – kadang
klien diperbolehkan memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui tahap ini,
konselor berusaha menemukan celah –celah kepribadian atau aspek – aspek
kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus
dilakukan klien.
4. Tahap
keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengatakan klien memasuki fase akhir
konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala – gejala yang mengindikasikan
integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah
memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat
sekarang, sadar dan betanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan –
perasaannya, pikiran – pikirannya dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien
secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk melepaskan diri dari
konselor, dan siap untuk mengembangkan potensi dirinya.
F. Karakteristik
dan Aplikasi
Model konseling Gestalt memiliki ciri – ciri khusus
yang membedakannya dengan model konseling lainnya. Ciri – ciri konseling
Gestalt tersebut meliputi:
1. Penekanan
pada tanggung jawab klien. Konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu
klien, namun kesemuanya itu tidak akan bisa mengubah klien tanpa klien mau
membantu dirinya juga. Dalam hal ini konselor menekankan agar klien mengambil
tanggung jawab atas usaha dan tingkah lakunya.
2. Berorientasi
pada masa sekarang dan di sini. Dalam proses konseling konselor tidak
merekonstruksikan masa lalu klien ataupun motif – motif tidak sadar sebagaimana
yang dilakukan konseling psikoanalisis. Dalam hal ini konselor lebih
memfokuskan keadaan pada masa sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu
tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam
kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya mengapa kepada klien.
3. Berorientasi
eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah – masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali
dirinya: klien mempergunakan kata ganti personal, klien mengubah kalimat
pertanyaan menjadi pernyataan, klien mengambil peran dan tanggung jawab, klien
menyadari bahwa ada hal – hal positif dan negative pada diri atau tingkah
lakunya.
4. Konseling
Gestalt memahami manusia sebagai wujud dari keseluruhan, dan manusia itu mampu
mengatur diri sendiri.
5. Masalah
– masalah yang dialami manusia itu pada dasarnya disebabkan oleh ketergantungan
yang terlalu banyak pada factor – factor luar dan kurang berkembangnya
mekanisme pengaturan diri sendiri. Factor itu dikaitkan dengan Self yang
menghambat kesadaran pada diri klien sehingga mengacaukan diri.
6. Tugas
konseling adalah mengembalikan kemampuan klien untuk betul – betul menyadari
diri sendiri dan lingkungan. Untuk mencapai ini proses konseling sifatnya
aktif, konfrontatif serta dipusatkan pada apa yang dialami klien.
7. Konseling
Gestalt dapat diaplikasikan pada masalah – masalah kecenderungan keluarnya
individu dari dunia di sekitarnya.
G. Tingkah
Laku Salah Suai
Individu bermaslah karena terjadi pertentangan top dog dan keberadaan under dog.Top dog adalah kekuatan yang
mengharuskan, menuntut, mengancam. Under
dog adalah keadaan membela diri, tidak berdaya, lemah, ingin dimaklumi.
Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa – apa
yang harus ada dan apa – apa yang diinginkan.[7]
Ciri – ciri tingkah laku bermasalah pada individu
meliputi:
1. Terjadi
pertentangan antara keberadaan social dan biologis
2. Individu
mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
3. Mengalami
gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang
4. Melarikan
diri dari kenyataan yang harus dihadapi
5. Spectrum
tingkah laku bermasalah pada individu meliputi
a. Kepribadian
kaku
b. Tidak
mau bebas bertasnggung jawab, ingin tetap tergantung
c. Menolak
berhubungan dengan lingkungan
d. Memelihara
unfinished business
e. Menolak
kebutuhan diri sendiri
f. Melihat
diri sendiri dalam kontinum hitam putih.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki
kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi
dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah –
masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara
menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya.
Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu
individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemandu
dan petumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami penghambat – penghambat itu akan
meningkat sehingga dia kemudian bisa mengumpulkan kekuatan guna mencapai
keberadaan yang lebih otentik dan vital.
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia
dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu
bukan semata – mata merupakan penjumlahan dari bagian – bagian organ – organ
seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu
koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong ke suatu koordinasi
semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi
pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak luput
dari kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca
sangat dinantikan untuk perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald.(2010).
Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi. Bandung. Refika Aditama.
Hendri,Novi.(2013). Model –Model Konseling. Medan.
Perdana Publising.
Hartono. (2012). Psikologi Konseling. Jakarta. Kencana.
Lumongga, Namora.
(2011). Memahami Dasar – Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek. Jakarta.
Kencana.
Taufik. (2014). Model – Model Konseling. Padang. UNP
[1]Namora
Lumongga. Memahami Dasar – Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik.
Kencana.2011. 159
[2]
Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikologi. 1996, hal.86.
[3]
Hartono. Psikologi Konseling.
Jakarta. Kencana. 2012 hal. 161
[4]
Taufik. Model –Model Konseling.2014.
Padang .UNP. hal.164
[5]
Gerald Corey. Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi . Bandung . Refika Aditama. hal .118
[6]
Hendri Novi. Model –Model Konseling
.2013 .Perdana Publising .Medan , hal.106.
[7]
Hendri Novi. Model –Model Konseling
.2013. Perdana Publising . Medan , hal.
107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar